Bondowoso, Mitra-Jatim.com- Dewan Pengurus Cabang Laskar Anti Korupsi Indonesia (DPC LAKI) Bondowoso menepati janjinya akan segera melaporkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (Kadis PUPR) Bondowoso, Karna Suswandi ke polisi yang diduga telah melakukan pembohonan publik. Terbukti, lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang intens membantu pemerintah mencegah dan memberantas korupsi ini, akhirnya resmi melaporkan dugaan pembohongan publik dilakukan Kadis PUPR terkait penyebab longsornya tanah penahan proyek jembatan Ki Ronggo ke Polres Bondowoso, Rabu pagi (9/8/2017).
Laporan dugaan pembohongan publik yang ditandatangani Ketua Umum DPC LAKI Bondowoso, Prof. Dr, Sonic Pranoto, SH, M.Hum itu, diantar langsung Ketua Harian DPC LAKI, Sumitro Hadi. ”Sesuai hasil kajian dan petunjuk Ketua umum DPC LAKI Bondowoso, Prof. Dr. Drs. Sonic Pranoto, SH. MH, saya mendapat mandat menyerahkan laporan ke Polres Bondowoso tadi pagi. Laporan diterima dan LAKI menerima surat bukti tanda terima laporan Polres Bondowoso,” jelas Sumitro Hadi. (laporan selengkapnya LAKI ke Polres Bondowoso, baca di bagian bawah, red)
Seperti diberitakan sebelumnya, LAKI Bondowoso menuding Kadis PUPR Bondowoso, Karna Suswandi telah melakukan pembohongan publik. Sebab, Karna dinilai telah memberikan informasi tidak benar dan membohongi masyarakat, mengenai penyebab longsornya tanah penahan proyek jembatan Ki Ronggo Sekarputih, Kecamatan Tegalampel pada 31 Juli 2017 di sejumlah media online maupun media cetak dan elektronik.
Pernyataan Karna yang dituding LAKI melakukan pembohongan publik yakni, longsornya tanah penahan proyek jembatan yang mengakibatkan tiga pekerja tertimbun longsoran, murni bencana alam. Dia juga mengklaim pembangunan dinding penahan jembatan sesuai spesifikasi dan prosedur maupun perencanaan proyek jembatan bernilai Rp 3,9 miliar sudah melalui proses yang matang. Bahkan, Karna menuding pejabat BPBD Bondowoso yang mengklaim longsornya tanah penahan proyek jembatan bukan bencana alam, sebagai pejabat payah.
Padahal, kenyataan di lapangan, tidak hanya pejabat BPBD yang menyatakan longsornya tanah penahan proyek jembatan bukan bencana alam. Sejumlah LSM dan mayoritas masyarakat memberikan komentar sama dengan pejabat BPBD. Bahkan, mereka menduga longsornya tanah penahan proyek jembatan, akibat perencanaan tidak matang dilakukan Dinas PUPR dan rekanan yang mengerjakan proyek itu.
Dengan melakukan pembohongan publik, LAKI menilai pejabat publik dapat dijerat tindak pidana kebohongan publik dan menjadi subyek hukum pidana seperti diatur pasal 55 UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIUP). Selain itu, dalam UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Eektrnik. (ITE), secara esensi pejabat publik yang menyebarkan informasi tidak benar dan menyesatkan masyarakat, sudah pasti mencemarkan kehormatan instansi pemerintah. (han)
Bukti Pengaduan Dugaan Tindak Pidana Kebohongan Publik oleh Pejabat Pemkab.
==============================================================
Nomor : 07/Pem/LAKI/VIII/2017
Perihal : Pengaduan Dugaan Kebohongan Publik Pejabat Terhadap Kejadian Longsor Pembangunan Jembatan Ki Ronggo Sekar Putih Bondowoso.
Kepada Yth :
Kepala Kepolisian Resort Negeri Bondowoso
Di
Bondowoso
DASAR :
- UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) dan (3) Tentang Kedaulatan Rakyat diatur di Bab X A, Hak Asasi Manusia. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
- Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 KUHAP
- UU RI No. 8 Tahun 1985 , Tentang Organisasi Kemasyarakatan.
- UU RI No 9 Tahun 1998, Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di muka Umum.
- Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
- Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
- Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
PERTIMBANGAN:
Menindaklanjuti adanya pemberitaan di beberapa media online, dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah kepada Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bondowoso, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bondowoso serta Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bondowoso, atas dugaan salah satu dari instansi tersebut telah memberikan informasi menyesatkan kepada publik/masyarakat atau kebohongan publik dalam memberikan pernyataan kepada media cetak dan online atas kejadian musibah longsornya proyek pembangunan Jembatan Ki Ronggo Sekar Putih Kabupaten Bondowoso.
Hal ini patut di proses ke ranah hukum, karena telah terjadi 2 (dua) pendapat yang berbeda, mengenai longsor proyek pembangunan Jembatan Ki Ronggo, yang dilakukan Pejabat setingkat Kepala Dinas. Pendapat tersebut masing-masing perlu di uji kebenarannya, sehingga jelas, mana pendapat pejabat yang benar dan mana pendapat pejabat yang memenuhi unsur tindak pidana kebohongan publik. Sehingga, jelas konsekuensi hukum terhadap pejabat yang telah melakukan kebohongan publik atas pernyataan pejabat publik tersebut.
Longsornya proyek pembangunan Jembatan Ki Ronggo, memiliki juga memiliki konsekwensi terhadap penggunaan anggaran daerah. Sehingga jika uji kebenaran informasi sangat diperlukan untuk proses hukum selanjutnya, terhadap tindak pidana kebohongan publik juga terhadap tindak pidana korupsi yang merugikan anggaran daerah akibat longsornya proyek jembatan tersebut.
Proyek Pembangunan Jembatan Ki Ronggo di biayai oleh APBD Tahun Anggaran 2017 dengan nilai proyek Rp. 3,9 miliar ini memiliki potensi terhadap kerugian negara. Uji Kebohongan publik lewat proses hukum ini juga akan membuka fakta-fakta hukum terhadap kebenaran prosedur dan perencanaan Proyek Pembangunan Jembatan Ki Ronggo, serta membuktikan bahwa pejabat instansi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kabupaten Bondowoso adalah “pejabat payah” atau tidak sesuai dengan tuduhan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bondowoso.
PERMASALAHAN
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEJABAT PUBLIK TERHADAP TINDAK PIDANA KEBOHONGAN PUBLIK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
Terkait Peristiwa robohnya dinding penahan jembatan Ki Ronggo yang melukai tiga orang pekerja senin 31 Juli 2017, ditanggapi berbeda oleh dua instansi di Bondowoso, Jawa Timur. Keberadaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) sangat penting sebagai payung hukum yang mengatur hak setiap orang untuk memperoleh informasi yang berkenaan dengan kepentingan publik. Informasi publik, merupakan informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaran badan publik lainnya yang sesuai dengan UU KIP serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik).
Pembukaan akses Informasi kepada masyarakat umum dapat diharapkan, badan publik atau pejabat publik untuk bertanggungjawab dan lebih berorientasi kepada pelayanan yang lebih baik. Dan menjadi upaya untuk mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, sehingga tercipta pemerintahan yang baik (good governance).
Informasi publik yang disediakan oleh suatu badan publik diharapkan adalah informasi yang benar, akurat dan dapat dipercaya. Informasi publik tidak hanya merupakan suatu kebutuhan masyarakat untuk menjamin hak asasinya, melainkan juga merupakan suatu sarana pertanggungjawaban badan publik terhadap amanat publik dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bondowoso yang dikelolanya. Sehingga ada dampak hukum yang jelas terhadap pernyataan pejabat publik yang dinilai menyesatkan.
Lebih lanjut, pernyataan 2 (dua) instansi pemerintah tersebut juga berdampak pada kerugian daerah atas penggunaan Anggaran Daerah Kabupaten Bondowoso dalam membiayai kegiatan pembangunan jembatan tersebut. Informasi publik yang tidak benar atau menyesatkan dapat juga disebut sebagai Kebohongan Publik, yang mana Kebohongan Publik tersebut dapat dilakukan oleh setiap orang termasuk pejabat publik.
Peristiwa robohnya dinding penahan jembatan Ki Ronggo yang melukai tiga orang pekerja senin 31 Juli 2017, ditanggapi berbeda oleh dua instansi di Bondowoso, Jawa Timur. Pernyataan Pejabat Publik ini yang sangat perlu di uji kebenarannya, atas pernyataan dua instansi tersebut, di karena pernyataan berbeda dari 2 (dua) instansi pemerintah memiliki pertanggungjawaban yang lebih luas, dan kesalahan tersebut dapat di bebankan kepada pejabat publik, karena dimana perbuatan yang dilakukannya tidak dikehendaki oleh masyarakat dan melanggar perintah UU KIP yang memerintahkan untuk menyediakan informasi publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan. Selain itu perbuatan tersebut juga menodai sumpah jabatan yang dilakukan oleh pejabat publik.
Berikut adalah 2 (dua) tanggapan berbeda dari masing-masing intansi yang perlu dilakukan uji kebenaran terhadap informasi yang diberikan kepada masyarakat :
1. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bondowoso, menyatakan;
- Menurut Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Karna Siswandi, kejadian tadi merupakan bencana alam. Ia menampik anggapan yang mengatakan proyek pembangunan dinding penahan jembatan tersebut ambrol karena ada spesifikasi yang tak sesuai dari proyek sehingga menjadi penyebab kecelakaan kerja. “Ini murni bencana alam, jadi faktor alam. Memang tidak ada hujan tapi dari kemarin banyak alat berat lewat tidak terjadi apa-apa. Ini kehendak alam, padahal tidak ada getaran tapi bisa longsor,” katanya, Senin (31/7/2017).
- Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Bondowoso, Karna Siswandi, tetap bersikukuh bahwa ambrolnya dinding pembatas jembatan Ki Ronggo bukan karena kesalahan konstruksi melainkan akibat bencana alam. “Pekerjaan gali pondasi sudah, kawat cakar ayam juga dipasang, kemarin akan pasang kawat yang akan keatas, kalau tiba-tiba tanah ambruk itu dinamakan apa?” kata dia, dengan nada bertanya.
- Karna mengklaim, proyek bernilai Rp 3,9 miliar ini telah melalui prosedur dan perencanaan yang matang. Ia bahkan mengatakan, bahwa pejabat BPBD yang mengklaim kejadian ini bukan bencana alam sebagai pejabat payah. “BPBD bilang bukan bencana alam itu darimana? Kalau bukan bencana longsor itu apa, coba dilihat sendiri ke lokasi. Kalau statmen itu lihat lokasi dulu, jangan hanya sembarang statmen tapi tidak berada di lokasi. Itu payah. Pejabat seperti itu yang tidak mau turun ke lokasi pejabat apa itu namanya,” ujarnya.
2. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bondowoso, menyatakan;
a. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bondowoso, Kukuh Triatmoko, mengungkapkan fakta hasil temuan BPBD di lokasi runtuhnya dinding penahan tanah di jembatan Ki Ronggo yang melukai tiga pekerja di Bondowoso, Senin (31/7/2017).
- Menurutnya, longsor yang terjadi disebabkan tidak adanya perencanaan pembangunan yang fokus pada kerentanan dan potensi bencana di lokasi proyek. Kukuh mengatakan, seharusnya dalam sebuah perencanaan infrastruktur harus dipelajari tentang lokasi proyek serta potensi bencana apa yang dimungkinkan terjadi saat pelaksanaan dan usai proyek rampung.
- “Ada potensi dan kerawanan bencana yang luput dari perhatian si perencana. Misalkan dilihat dari tebing yang cukup tinggi sekitar 30 meter, struktur tanah labil, lokasi di bantaran sungai, kemiringan lereng sekitar 80%, disana juga ada jalan yang dilewati masyarakat. Bisa dirasakan kalau yang lewat truk seperti apa getarannya. Sehingga seharusnya dalam perencanaan sudah diantisipasi,” kata Kukuh, Selasa (1/8/2017).
- Kukuh berkata, pengurangan resiko bencana saat pelaksanaan pembangunan infrastruktur di Bondowoso belum menjadi perhatian penting. Jika berkaca pada daerah lain, BPBD kerap dilibatkan dalam proses perencanaan pembangunan infrastruktur, utamanya yang akan digunakan masyarakat dalam jangka panjang seperti jalan dan jembatan. “Kalau proyek swasta kita sudah dilibatkan, tapi kalau proyek pemkab belum. Karena kerawanan bencana itu tidak hanya bencana alam, tapi ada bencana non alam dan bencana sosial. Di Bondowoso belum dilakukan,” imbuhnya.
b. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bondowoso, Winarto, tak sepakat jika ambrolnya dinding pembatas jembatan dikatakan sebagai bencana alam. Menurut Winarto, tidak ada faktor yang bisa mendukung pernyataan tersebut. “Itu kecelakaan kerja, bencala alam dari mana. Tidak ada angin tidak ada hujan kok bencana alam. Coba ditanya itu, Standar Operasional Prosedurnya bagaimana kalau menggali pondasi di medan seperti itu. Itu murni kecelakaan kerja,” ujarnya.
- Winarto berkata, bencana alam biasa terjadi didahului dengan adanya tanda-tanda alam. Lokasi ambrolnya jembatan itu juga bukanlah wilayah rawan bencana. Apalagi curah hujan dalam sebulan belakangan sangat minim. “Itu coba di periksa lagi. Kalau itu bencana kan BPBD tidak akan diam,” katanya.
Dengan demikian telah diketahui bahwa subyek hukum pidana yang dapat melakukan dan dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana dalam pasal 55 UU KIP dalam dugaan kebohongan publik adalah Badan Publik atau Pejabat Publik, yaitu :
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bondowoso, Drs. Karna Suswandi, MM; Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bondowoso, Ir. Kukuh Triatmoko; dan Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bondowoso, Winarto
Pertanggungjawaban yang lebih luas dari kesalahan dapat di bebankan kepada pejabat publik, karena dimana perbuatan yang dilakukannya tidak dikehendaki oleh masyarakat dan melanggar perintah UU KIP yang memerintahkan untuk menyediakan informasi publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan. Selain itu perbuatan tersebut juga menodai sumpah jabatan yang dilakukan oleh pejabat publik.
Sehingga pihak Penegak hukum dalam hal ini Kepolisian Resort Bondowoso, harus dapat memproses hukum terhadap oknum pejabat yang telah diduga menyediakan informasi publik yang tidak akurat dan menyesatkan, dengan menguji kebenaran informasi publik dari 2 (dua) instansi pemerintah tersebut, apalagi pernyataan tersebut sudah beredar luas di media online.
Penegakan hukum ini sangat dipelukan, untuk menjadikan pejabat publik mentaati amanah UU 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Secara esensi Informasi Publik yang menyesatkan juga berimplikasi pada penghinaan, pencemaran nama baik atau perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang terlebih instansi pemerintah, sehingga nama baik orang dan instansi tersebut tercemar atau rusak.
Pemenuhan delik pasal 55 UU KIP menimbulkan akibat hukum berupa sanksi pidana.
Sistem sanksi yang digunakan dalam pasal 55 UU KIP menggunakan “sistem indefinite” atau “sistem maksimum”, yang merumuskan ancaman pidana secara umum. Pasal 55 UU KIP mengadopsi sanksi pidana penjara dan pidana denda yang ditawarkan secara alternatif-kumulatif dengan penggunaan kata “dan/atau”.
Ancaman pidana yang hanya 1 tahun penjara dan/atau denda sebesar Rp. 5.000.000,00, dalam pasal 55 UU KIP dapat diperberat menjadi 1/3 dengan pasal 52 KUHP (Pasal 52 KUHP, ”bilamana seorang pejabat, karena melakukan perbuatan pidana, melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya dapat ditambah sepertiga.” sehingga dapat menjadi 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan. Pidana denda apabila diperberat menjadi Rp. 6.666.667,00 (enam juta enam ratus enam puluh enah ribu enam ratus enam puluh tujuh rupiah). Pidana kurungan pengganti pidana denda juga dapat diperberat sebagaimana dalam pasal 30 KUHP, menjadi paling lama 8 bulan kurungan).
Tindak pidana Kebohongan Publik telah diatur dalam pasal 55 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan pejabat publik dapat dimasukkan sebagai subyek hukum pidana dalam pasal tersebut. Pejabat publik sebagai salah satu subyek hukum pidana dalam pasal 55 UU KIP, menjadi syarat dapat digunakannya pasal 52 KUHP yang dapat memperberat ancaman pidana menjadi 1/3 dari ancaman pidana semula.
Berdasarkan pemaparan di atas maka atas pertimbangan hukum sekaligus sebagai upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa di kabupaten Bondowoso maka Kepolisian Resort Bondowoso diharapkan untuk memproses hukum terhadap kebohongan publik yang dilakukan oleh pejabat tersebut. Mengingat dalam rangka penegakan supremasi hukum dan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah bahwa setiap warga negara punya hak yang sama di mata hukum, kami berharap Pengaduan ini agar dapat segera diproses dan ditindaklanjuti sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Kami sengaja tidak mencantumkan pasal-pasal yang akan disangkakan karena semua sangkaan pelanggaran pasal merupakan kewenangan penyidik dari Institusi terkait. Sehingga, tanpa ada intervensi jeratan pasal yang akan disangkakan kepada Pejabat yang telah melakukan kebohongan publik dan memberikan informasi yang menyesatkan, karena menjadi kewenangan penyidik dalam proses hukum kepada pejabat yang kami maksud.
Bahwa hal tersebut menjadi sangat penting bagi seluruh masyarakat Kabupaten Bondowoso dalam rangka menegakkan Low inforcement (supremasi hukum) serta cita-cita bersama menciptakan Pemerintah Kabupaten Bondowoso menjadi Pemerintahan yang Good and Clean Governance dengan menegakkan pilar TRANSPARANSI PARTISIPASI DAN AKUNTABILITAS para penyelenggaranya.
Selain hal tersebut, keterbukaan informasi publik yang di jamin oleh UU yang memberikan jaminan kepada rakyat memperoleh Informasi Publik untuk meningkatkan peran aktif mereka dalam penyelenggaraan negara, baik pada tingkat pengawasan, pelaksanaan penyelenggaraan negara maupun pada tingkat pelibatan selama proses pengambilan keputusan publik tanpa adanya intervensi maupun tekanan dari pihak-pihak tertentu.
Demikian Pengaduan ini kami sampaikan kepada pihak yang berwajib, data-data awal sebagai bahan pertimbangan penyidik yang diperlukan kami lampirkan dalam satu berkas Pengaduan ini. Besar harapan kami, bahwa Pengaduan kami segera dapat ditindaklanjuti.
Terima kasih atas perhatiannya.
Bondowoso, 07 Agustus 2017
Ketua LSM LAKI Kabupaten Bondowoso
(Prof. Dr. Drs. Sonic Pranoto, SH, MH)
Tembusan :
1.Presiden Republik Indonesia
2. Kepala Kepolisian Republik Indonesia
3. Jaksa Agung Republik Indonesia
4. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia
5. Komisi Kejaksaan Agung Republik Indonesia
6. Jaksa Agung Muda Pengawas Republik Indonesia
7. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Republik Indonesia
8. Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur
9. Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur
10. Asisten Tindak Pidana Khusus Kejari Jawa Timur
11. Asisten Pengawasan Kejari Jawa Timur
12. Media Cetak dan Elektronik
13. Arsip.